CeritaLebaran #4
Apa yang sahabat rasakan melihat foto berikut ini?
Kalau aku, selalu merasa ngilu di ujung-ujung kaki. Rasa tersebut kurasakan sejak bernarsis ria di atas pohon di puncak bukit Menoreh di kawasan Hutan Wisata Kalibiru dengan ketinggian 450 mdpl, pada libur Lebaran tempo hari. Rasa tersebut, sampai hari ini masih saja tersisa. Sehingga, setiap kali melihat foto itu, baik yang aku sendiri yang memotretnya maupun aku yang sebagai modelnya, rasa ngilu itu selalu muncul..
Sudah lama aku berniat untuk berkunjung ke kawasan hutan wisata yang terletak di atas Waduk Sermo – Kulon Progo tersebut, gegara melihat foto yang kurang lebih sama dengan di atas yang diunggah sahabatku Koelit Ketjil pada libur Idul Fitri tahun lalu di laman facebook-nya. Maka, ketika kami putuskan untuk berwisata ke Kulon Progo pada libur lebaran kali ini, Kalibiru menjadi pilihan utama kami.
Untuk mencapainya, cukup mudah. Ada penunjuk arah yang terpampang dengan jelas di dekat Waduk Sermo.
Dari sinilah petualangan menuju Kalibiru, dimulai..!
Jalanan yang harus dilewati ternyata tidaklah mudah. Sangat memacu adrenalin. Tanjakan-tanjakan tajam yang cukup tinggi, disertai kelokan ekstrim, membuatku benar-benar berkonsentrasi penuh. Tak dapat kubayangkan, bagaimana bila kendaraan kami tiba-tiba berhenti di tengah tanjakan. Hiii… bulu kudukku jadi berdiri memikirkannya..
Lebih kurang 30 menit perjalanan dari Waduk Sermo tadi, kami pun sampai di lokasi. Lega rasanya. Setelah memarkirkan kendaraan, kutenangkan diri sejenak dengan meneguk sebotol air mineral sambil mengakrabkan diri dengan suasana. Pengunjung pada hari itu lumayan ramai, barangkali karena bertepatan dengan libur lebaran sekaligus akhir pekan.
Dari parkiran, kami musti berjalan kaki, melewati jalanan yang menanjak cukup tajam juga, menuju pos retribusi. Sesampai di pos retribusi, aku lagi-lagi harus beristirahat. Pihak pengelola cukup arif dengan kondisi para pengunjung. Mereka menyediakan bergelas-gelas air mineral yang dibagikan secara gratis. Setelah membayar Rp. 3.000/orang untuk retribusi dan membasahi kerongkongan dengan segelas air mineral, petualangan kami di hutan wisata itu pun berlanjut..
Segelas air mineral menghapus dahaga setelah berjalan mendaki menuju pos retribusi
Kawasan wisata ini dikelola secara swadaya oleh masyarakat sekitar yang tergabung dalam Komunitas Lingkar, yakni gabungan 7 Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan (KTHKm). Motivasi mereka mendirikan kawasan wisata ini cukup menarik. Berikut aku kutipkan tujuan mereka tersebut yang termaktub di laman blog mereka:
Pembangunan Wisata Alam Kalibiru adalah salah satu kegiatan yang dikembangkan oleh Komunitas Lingkar sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi masyarakat pengelola hutan, khususnya di Hutan Lindung Kabupaten Kulon Progo.
Bahwa dengan semakin rapatnya tegakan di kawasan hutan, masyarakat sudah tidak bisa menikmati lagi hasil tumpangsari yang semula menjadi andalan, karena tanaman semusim tersebut tidak bisa hidup dan menghasilkan lagi.
Dengan adanya Wisata Alam ini diyakini mampu menjadi kegiatan alternatif bagi masyarakat agar kelestarian hutan tetap terjaga, namun di sisi lain secara ekonomi ada peningkatan pendapatan, dengan tujuan menyejahterakan masyarakat sekitar hutan.
Sebuah solusi yang arif dan bijaksana bukan?
Ada banyak kegiatan yang bisa kita lakukan di kawasan wisata ini, seperti outbond, treking dan bernarsis ria sambil menikmati pemandangan waduk Sermo dari ketinggian. Dan kegiatan yang terakhir inilah menjadi tujuan utama kami ke situ, haha..
Maka, tanpa berlama-lama lagi, kami segera menuju ke spot foto di atas pohon dengan mengikuti petunjuk arah yang disediakan. Aku segera membeli tiket untuk itu. Lumayan juga harganya. Per orang dikenakan biaya Rp. 15.000. Kita bisa berfoto menggunakan kamera sendiri. Tapi, bila ingin difoto oleh fotografer profesional, pengelola telah menyediakannya. Hanya saja, untuk mengkopi file foto tersebut, kita dikenakan biaya Rp. 5.000 per foto dan minimal yang dikopi 3 foto.
“Antre ya Mas?”, tanyaku pada penjual tiket.
“Iya, Pak. Lagi rame banget ini”
“Kami dapat nomer berapa?”
“Itu ada di tiketnya, nomer 173″
“Berapa lama lagi, kira-kira?”
“Lebih kurang 2 jam”
“Hah…? 2 jam? Alamak…!”
“Bapak silahkan jalan-jalan dulu aja. Nanti, sekitar dua jam lagi datang ke sini”
“Iya deh kalau begitu. Kami juga belum makan”
“Monggo, Pak.. Ada banyak warung di sekitar sini. Bapak bisa makan sambil menikmati pemandangan”
“Maturnuwun, Mas”
“Sama-sama, Pak”
Ternyata kemasyhuran Kalibiru sudah tersebar ke seantero jagat. Banyak orang dari berbagai penjuru datang ke sana, terutama pada musim liburan. Semuanya ingin merasakan sensasi bernarsis ria di puncak bukit tersebut. Beruntung kami datang masih agak siang dan segera membeli tiket untuk berfoto. Ada banyak pengunjung yang harus kecewa karena tidak bisa membeli tiket berfoto lagi. Pukul 4 sore sudah ditutup, karena antrian sudah cukup panjang dan diperkirakan baru habis pada pukul 6 sore. Toh, akan percuma saja bila berfoto bila hari sudah gelap, view yang diharapkan sudah tidak kelihatan lagi.
Kami pun beristirahat sejenak sambil mengisi perut yang sudah mulai keroncongan. Mau tau apa yang kami pesan? Mie instan… hahaha… Meski warung-warung di situ ada juga yang menyediakan menu makan yang lain, tapi aroma mie instan yang lagi dimasak, begitu menggoda. Sepertinya cocok dengan suasana hutan yang syahdu saat itu.
Selepas mengisi perut, kami pun berkeliling. Dan, bila ada spot menarik, bernarsis lah kami. Kalibiru benar-benar hutan wisata yang narsisable deh pokoknya..
Narsis abeeessss…
Sesuai dengan perkiraan waktu dari peetugas tadi, kami pun segera menuju pohon narsis tersebut. Tidak terlalu lama menunggu, giliran kami pun tiba. Setiap kami dipasangi alat dan tali pengaman untuk memanjat. Dengan begitu, keberadaan kita di atas pohon, cukup aman. Namun, tetap saja ada sedikit kengerian, baik bagi yang lagi dipotret maupun yang memotret. Setiap orang diberikan waktu lebih kurang 10 menit, mengingat antrian yang cukup panjang.
Udah kayak film India aja ya, narsis di pohon…
Puas menikmati hutan wisata Kalibiru, kami segera beranjak turun menuju parkiran dan pulang.
Dan… sebagai hidangan penutupnya, lagi-lagi adrenalin kami dipacu melalui jalan turun yang cukup curam. Untung rem sepeda motor kami cukup pakem, sehingga bisa menahan laju kendaraan dengan baik. Tapi, itu semua tidak bisa merem jantung yang berdegup dengan sangat kencangnya..
sebelumnya:
- CeritaLebaran #1 : Shalat Idul Fitri 1346 H di Altar
- CeritaLebaran #2 : Mampir Sejenak di Candi Sambisari
- CeritaLebaan #3 : Waduk Sermo; Pengorbanan Yang Tak Sia-sia
selanjutnya:
- CeritaLebaran #5 : Pantai Glagah: Antara Tenangnya Laguna dan Derasnya Ombak
referensi:
Wihh…antrian 173 o.O?
untunglah ada pengamannya ya, ngeri juga ngeliat yang foto-foto disana. Takut terpleset hihih…
Untuk uji adrenalin, bolehlah sekali-sekali mencobanya..
pas ngeliat fotonya yang pertama kirain gak ada tali pengamannya, serem banget. hahaha.
yah walaupun pake tali pengaman juga serem ya uda… tapi pemandangannya bagus banget ya….
Iya, Man.. Tetep serem walau pake tali pengaman..
Tapi, untuk pengalaman, bolehlah dicoba, hehe..
gak bawa kupi sih
coba kalo bawa kupi, ngilu-ngilunya ilang
malah bawaannya pengen terjun!
hahahhaa
*gak bisa komen pake poto lagi ngupi di TKP ini*
Namanya kupi ngin terjun yak?
ngantri 2 jam untuk foto di atas pohon?!
eh, tapi sepadan juga ya Da dengan pemandangannya.
ngebayangin di atas pohon itu saja sudah bikin kaki saya berkeringat dingin… :’))
Kalau bukan di hari libur, mungkin tidak akan selama itu antrinya, Mas Agung. Dan memang benar, kesabaran ngantri, terbayar lunas dg kepuasan berfoto di atas pohon itu, walau dg kaki yg gemetaran..
Pemandangan dari atas pohon itu cakep banget.
Biar semakin pasti apakah beneran cakep, buktikan saja sendiri ke sana, Alris..
Kalau “balkon” di pohon tsb tanpa menampakkan ketinggiannya, saya sangat amat sukakk. romansanya terasa asyik banget bisa duduk santai sambil membaca buku atau menulis sambil mendengarkan lagu. Tapiiii…jika melihat posisinya yg cukup tinggi, membayangkan duduk di sana yg ada merinding krn krn takut jatuh. Hehehee..
*selamat idhul fitri, mohon maaf lahir dan bathin ya pak*
Duduk santai sambil baca buku di atas “balkon” tersebut?
Hmm.. bakal digebukin massa yang antre deh kayaknya tuh, hehe..
Itu pas di atas pohon berdua sambil nyanyi lagu India nggak, Udaaa?
Tadinya mau nyanyi India, Mas Azzet. Tapi, karena takut, jadi lupa..
Blog yang syarat informasi. Saya link ya, Da.
Silahkan… Terima kasih, Izzah..
Saya nyerah deh, Uda. Meski dipasang tali pengaman, tetap saja saya takut ketinggian.
Dicoba dulu, Abi, baru boleh bilang nyerah, hehe.. #ngomporin
Penasaran juga cie mau nyobain, tapi inget dlu waktu mau nyoba flying fox pas outbound, ngeperrrrr juga yaaa… secara saya “acrophobia”… heheheheee…
Semoga suatu saat ada keberanian untuk nyobain ya, Pipit..
Wiii…ngeri2 sedaap… pengen ikutan nyobain..tapi kok udah gemeter duluan yaa? hehe…
Cobain dulu aja, Mechta..
Dijamin setelah itu semakin gemeteran, haha..
Duh, meski naiknya pake pengaman kayaknya saya udah gemetar duluan, tinggi banget
Dicoba dulu aja, baru benar-benar bisa tahu, apa gemeteran atau tidak..
Selalu mau kesana kereeenn
Huwaaahhh, tambah mupeeeeeng, pengen bgt ke sana Uda, meskipun sebetulnya serem juga sih ya hihihihi
Waduh… gemetaran kaki saya lihat foto di ketinggian begini…
Bener mas, Narsisable banget tempat ini. Tapi saya belum pernah kesana. Musti dijadwalkan nih main kesana. hehehe
Layak dicoba nih maaas! SEruuuu!
huaaaa… saya pengen ke siniii.. Tapi kayanya saya juga bakal gemeteran hahhaa
Udah lama pengen kemari belum kesampaian juga
Waaaahhhh …pengen bgt kemari. Baca postingan ini, makin pengenlah. Kunjungan berikutnya ke Jogja dsktrnya, kudu ke sini nih…
TFS
Saya tertarik dengan artikel yang ada di website anda yang berjudul ” Kalibiru; Hutan Wisata Yang Narsisable “.
Saya juga mempunyai jurnal yang sejenis yang bisa anda kunjungi di Pariwisata Indonesia